Melihat Rumah Kembar Karya Sukarno di Kota Bandung
Melihat Rumah Kembar Karya Sukarno di Kota Bandung, – Jika melalui persimpangan Jalan Gatot Subroto-Jalan Malabar, Kota Bandung, Anda akan melihat sebuah bangunan yang terbengkalai.
Ketua Bandung Haritage, Aji Bimarsono, menyayangkan rumah karya Bung Karno yang sudah setahun terbengkalai belum dilakukan perbaikan kembali ke bentuk semula.
“Itu bisa dikembalikan ke bentuk semula, dikembalikan lagi, cuma kami juga enggak ngerti, ya, kenapa belum dilakukan perbaikan, direhabilitas lagi,” ujar Aji Bimarsono kepada Tribun Jabar melalui sambungan telepon, Jumat.
Kedua bangunan kembar tersebut tidak bisa dibilang utuh 100 persen. Satu bangunan yang berada di dekat bekas kantor Jiwasraya nomor 54, sudah terlihat hancur dan tertutup oleh pagar seng.
Maklum saja, bangunan tersebut sempat berpolemik lantaran pemilik melakukan perombakan tanpa izin Tim Ahli Cagar Budaya (TACB). Akhirnya, pada 2018, Pemerintah Kota Bandung menyegel dan menutup sementara bangunan tersebut.
Rumah Kembar yang masih kokoh di nomor 56, kini sudah di cat berwarna biru tua. Adapun gerbang depan rumah tersebut terlihat masih dikunci.
Beberapa pohon rindang di dalamnya hiasi halaman rumah. Sekilas, bangunan tersebut memang terlihat belum ada perombakan.
Sedangkan bangunan ke dua nomor 54, kini dalam kondisi renovasi dan tidak terlihat kondisi di dalamnya, tampak dari luar, pagar seng menutupi proses renovasi rumah tersebut.
1. Satu bangunan kembar disegel Satpol PP Bandung
Anggota TACB Kota Bandung, Harastuti mengatakan, bangunan kembar peninggalan Sukarno tersebut sempat disegel lantaran pemilik hendak merenovasi tanpa izin dengan pemerintah. Padahal, bangunan tersebut menurutnya sudah masuk cagar budaya.
Dalam proses renovasi awal, Harastuti mengaku, sempat mendatangi langsung pemilik salah satu bangunan kembar tersebut. Berdasarkan penuturannya, pemilik mengaku mengetahui bahwa bangunan tersebut merupakan karya arsitek Sukarno, namun dia tidak mengetahui jika bangunan tersebut masuk cagar budaya.
“Bangunan dibangun oleh Soekarno dan itu kembar, sudut satu dan yang lain sama. Jadi seperti pintu gerbang masuk ke kawasan Palsari. Itu persis dan itu sempat berganti fungsi beberapa kali,” ujar Harastuti saat dihubungi, Kamis.
2. Bangunan bekas asrama dan rumah kolonial Belanda
Harastuti menuturkan, bangun nomor 54 sempat berpolemik lantaran pemilik bangunan hendak mengubah untuk rumah tinggal, perombakan sudah dilakukan pada genteng, kontruksi atap dan lain-lain. Selain itu, momolo atau hiasan atap yang menjadi ciri khas arsitek Sukarno juga telah di lepas.
“Kita minta bangunan disesuaikan kembali denga sesuai standar, kita berikan arsitek yang punya SK dan golongan madia, jadi enggak boleh baru lulus dan cagar budaya berharga dan bernilai,” ungkapnya.
Sepengetahuan dia, fungsi bangunan kembar tersebut awalnya ada yang dijadikan asrama dan bangunan satunya lagi sebagai tempat tinggal, “Dulu kembar dan sampingnya masih ada dan ini otentik bisa ditiru. Asrama itu, pernah jadi untuk latihan atau apa, tapi terakhir rumah tinggal,” katanya.
“Masyarakat fahami bahwa ini penting bukan hanya untuk pribadi tapi untuk pendidikan sejarah orang penting dan kita kan juga suka cari temapt orang penting, terlebih ini karya presiden kita yang Pertama,” tuturnya.
3. Segel dicabut pada Maret 2020
Sekertaris Dinas Budaya danPariwisata (Sekdis Disbudpar) Kota Bandung, Tantan Surya Santana mengatakan, polemik pembangunan dari rumah peninggalan Sukarno tersebut memang sempat terjadi. Disbudpar sudah mencabut segel tersebut pada 8 Maret 2020.
“Kemarin IMB sudah dikeluarkan pada bulan maret. Pengusaha belum lakukan kegiatan, rencana pengusaha kemarin kontraktor sudah ada dan sudah dikunjungi. Kemarin kesana sedang beres-beres bongkaran bahan lama sudah dibersihkan dan itu juga ana dipantau oleh TACB,” ujar Tantan.
Dalam masa renovasi, pemilik harus membangun, bangunan sama dengan yang lama. Adapun dari segi desain, ia juga meminta harus sama dengan struktur lama dan tidak boleh ada perubahan.
“Kalau bangunan baru boleh tapi di blakang, tidak nempel misal bangunan tetap pungsi bisa berubah, misal cafe rumah tinggal kegiatan usaha silahkan,” ungkapnya.
Disinggung soal peruntukan bangunan tersebut akan dibuat seperti apa oleh pemilik, Tantan mengaku belum mengetahui, namun jika untuk dibangunkan cafe ataupun yang lainnya. Ia mengatakan tidak akan menjadi masalah.
“Kalau tempat usaha boleh yang penting harus seperti itu, karya arsitek bung Karno. Kalau pagar tidak masuk nanti bandros bisa ke sana. Saat ini anggaran renovasi capai dua miliar,” katanya.
Ia berharap, pemilik bangunan cagar budaya bisa merenovasi sesuai perda cagar budaya dan itu harus disesuaikan dengan tipe sesuai Perda tentang cagar budaya.
“Bukan tidak boleh di renovasi, tapi yang penting pelihara dan rekomendasi TACB dan storis tetap terjaga dan mengenang masa lalu. Kan ini ada rasa kebanggan. Alih fungsi boleh tapi harus dipelihara dengan sesuai keaslian,” kata dia.
4. Ciri khas karya arsitek Sukarno selalu ada momolo
Sedangkan, pemerhati Sejarah dari Kota Bandung, Gatot Gunawan mengatakan, dua rumah kembar tersebut arsiteknya dibuat pasca Ir. Soekarno lulus kuliah dan sudah mendirikan biro arsitek pada 1926 sampai beliau berkarya arsitek 1929 sebelum ditahan dan diasingkan.
“Rumah sempat dibongkar oleh yang punya dan renovasi, hanya saja pondasi utama harusnya dipertahankan tapi atap di bongkar semua, bangunan itu udah cagar budaya,” ujarnya.
Dalam masa perjalanannya, bangunan kembar tersebut difungsikan sebagai rumah tinggal dan itu nomor 54 sebagai asrama. Sedangkan nomor 56 itu rumah tinggal Belanda.
“Ciri khas arsitek Sukarno. Pertama, puncakanya kayak ada ga ada dan senjata yang dipakai Bima, seperti masjid tempo dulu bisa dibilang kayak momolo dan disimbolkan keteguhan keperkasaan,” tuturnya.
“Bisa dibilang seperti menyusupi ke nusantara pada warga Belanda, meskipun tidak dijelaskan secara rinci maksud itu, namun terselip di balik ikon tersebut,” kata dia.